Hijab
Disini aku ingin bercerita sebagai wanita.
Aku hanya ingin berbagi, tak ada niat untuk menggurui ataupun membanggakan diri.
Aku adalah seorang mahasiswi yang baru mengerti tentang arti sesungguhnya dari hijab yang kini menempel di tubuhku.
Baru sekitar satu tahun aku berlindung di dalam hijabku.
Pada awalnya, aku pernah berusaha untuk berhijab saat aku duduk di bangku menengah atas kelas 10.
Panas. Cemooh dan ejekan ku dengar dari kuping kiri dan kanan ku. Ada juga yang menanggapinya dengan positif, namun tetap saja sang negatif mengelilingi isi kepalaku.
Aku pun khilaf akan nikmat yang Allah berikan. Ya, nikmat berhijab.
Aku membuka kembali hijabku.
Aku kembali berpakaian yang seolah hanya meng"cover" tubuhku yang sudah seharusnya aku jaga ini.
Hari demi hari ku lalui dengan melalaikan nikmat Allah yang seharusnya sudah ku rasakan sejak awal SMA itu.
Angka umurku semakin bertambah, tapi usia ku yang sesungguhnya semakin berkurang. Kesempatan hidup dalam kebajikan ku pun semakin berkurang. Aku, lupa akan nikmat yang Allah beri.
Aku memang sosok yang senang untuk selalu mempercantik diri, memoles wajahku, mengeritingkan rambutku hingga pernah memakai pakaian berlengan pendek atau biasa disebut tank top.
Dengan bangga nya aku memamerkan semua itu dengan cara berfoto. Aku merasa aku cantik saat ku lakukan semua itu, memposting di jejaring sosial pribadiku dan merasa senang tatkala mendapat pujian dari banyak orang.
Aku berpacaran dengan beberapa pria, yang belum tentu adalah jodohku.
Aku lupa akan kewajiban ku untuk menjaga hak suami ku kelak.
Aku tak pernah memikirkan, apakah calon imamku diluar sana sedang bergejolak hatinya karena menahan hawa nafsu terhadap wanita yang ia sukai demi aku? Apakah calon imamku disana menunggu kehadiranku dengan penuh kesabaran dan mengharapkan cinta yang hanya ku curahkan pada Rabb ku dan padanya? Serta masih banyak pemikiran yang kini menggelayuti hatiku.
Aku pernah jatuh cinta se jatuh-jatuh nya pada seorang pria. Mantan kekasihku terdahulu.
Aku merasa sangat dicintai dan tentuinya aku sangat mencintainya.
Tapi tatkala aku di kecewakan, dia hanya mampu membuatku menangis.
Hari-hari ku lewati dengan dia dan sering membuatku hampir melupakan Rabb ku.
Saat aku dikecewakan olehnya, aku menangis.
Akhirnya aku kembali pada kekasihku yang sesungguhnya. Kekasihku yang masih mau menerimaku walaupun aku sering melupakan-Nya.
Aku menangis di hadapan-Nya. Aku malu, aku mengingat-Nya dan kembali pada-Nya pada saat aku bersedih.
Dan aku malu. Hanya Dia yang mau menerimaku yang sering lalai dan lupa akan kehadiran-Nya.
Hal yang membuatku menangis pun datang kembali. Aku tak tahu aku akan menempuh jenjang perkuliahan dimana. Hingga akhirnya orang tuaku menyarankan untuk berkuliah di salah satu Universitas Islam Negeri yang berada di tempat domisili ku, Bandung.
Awalnya aku merasa aneh, "Aku kan tidak berhijab" pikirku.
Namun orangtua ku menyemangati dan meminta agar aku mencoba untuk mengikuti test dan bimbingan untuk memasuki perguruan tinggi tersebut.
Aku yang bisa dikatakan buta akan sejarah Islam dan Bahasa Arab pun akhirnya mengikuti keinginan orangtuaku.
Hingga pada awalnya aku merasa harus berhijab karena aku akan mengikuti test masuk perguruan tinggi Islam.
Ternyata petunjuk yang Rabb ku beri tak berhenti sampai disitu. Alhamdulillah aku mendapat kesempatan untuk masuk perguruan tinggi itu disaat teman-teman ku yang lebih dahulu berhijab belum diberi kesempatan yang sama.
Hari-hari awalku memang terkesan "absurd". Aku yang jarang sekali menggunakan hijab harus membiasakan diri menutupi kepalaku yang biasanya ku urai dengan bandana di atasnya atau ku "curly" seperti biasanya.
Reuni pertama.
Pada masa-masa pengambilan ijazah, aku pergi ke SMA ku menggunakan hijab yang menempel pada tubuhku.
Banyak teman-temanku yang tertawa akan hal itu, namun tak sedikit pula yang memberiku motivasi untuk mempertahankannya.
Aku rasa, ini tak sesulit saat aku kelas 10.
Saat itu aku memang masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihku yang membuatku menangis itu, Ia terlihat kurang tertarik dengan aku yang saat itu telah menutup tubuhku dengan hijab. Ia berubah drastis dan meninggalkanku selama 10 hari. Entah apa yang sebenarnya ia rasakan, dan entah apa yang sebenarnya Ia rencanakan.
Allahualam bishawab.
Hingga akhirnya aku merasa kembali jatuh, jatuh sedalam-dalamnya dan memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan mantan kekasihku itu.
Tangis? Ada memang.
Bahkan bisa dibilang aku bodoh karena membiarkan mataku ini bengkak karenanya, bukan karena malu kepada-Nya.
Selama kurang lebih seminggu aku menangis.
Itulah kesempatan aku untuk mendekatkan diri kembali kepada-Nya. Mengadu akan rasa sakit yang aku rasakan, dan meminta akan sesuatu yang dapat menenangkan jiwaku yang terombang-ambing kala itu.
Perjalanan itu memang panjang, hingga akhirnya aku memutuskan untuk tetap berhijab.
Berhijab yang tak hanya saat aku kuliah saja, tapi berhijab saat aku bepergian juga.
Setelah aku berhijab, banyak sekali perubahan yang secara kasat mata ku rasakan.
Aku merasa tenang.
Jiwaku merasa aman.
Tak ada lagi rasa takut digoda para lelaki.
Dan semoga Allah selalu beri aku kecukupan untuk selalu istiqamah di jalan-Nya ini.
Semoga apa yang aku dapatkan di hari kemarin, mampu memberikanku dorongan untuk menjadi seorang hamba yang tak lagi kufur akan nikmat.
Memang aku belum sempurna dalam hijabku.
Yaa-Rabb, I'm in love with my Hijab:)
Semoga kita dilindungi dari fitnah pandangan, fitnah kubur&fitnah dajjal.
Semoga kita dilindungi dari azab kubur&siksa neraka.
Semoga Allah merahmati kita semua. Aamiin.
Inshaa Allah:)
Featured Posts
Monday, June 22, 2015
Friday, November 15, 2013
Cerita Horror Dibalik Kisah Happy Ending
Sejak kecil kita mendengar dongeng-dongeng indah seperti Cinderella dan
Putri Salju dan menganggapnya sebagai cerita anak-anak yang memiliki
ending “Happily ever after”. Salah besar! Versi asli dari kisah-kisah
itu yang dikumpulkan oleh Grimm Bersaudara pada abad ke-19 ternyata
memiliki jalan cerita yang sangat mengerikan. Kebanyakan dari cerita itu
sebenarnya adalah cerita horor yang dibumbui dengan hal-hal negatif. Berikut ini adalah versi asli dongeng yang selama ini kita kira indah, namun ternyata tidak selalu bahagia.
1. Cinderella
Thursday, November 7, 2013
Tentang @benzbara_
Bernard Batubara lahir 9 Juli
1989 di Pontianak, Kalimantan Barat; saat ini tinggal di Yogyakarta.
Tahun 2012 menamatkan studi Teknik Informatika di Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta. Selama kuliah aktif di lembaga pers mahasiswa.
Belajar mengarang puisi, cerpen, dan novel, sejak pertengahan tahun
2007. Puisi dan cerpennya sempat dimuat di majalah seni GONG, harian
Kompas, Batam Pos, Koran Tempo, Suara Merdeka, Jurnal Nasional, dan
beberapa antologi bersama: “Teka-teki tentang Tubuh dan Kematian”
(puisi, Indie Book Corner, 2010),
Bernard Batubara - Menunggu Magrib
magrib turun bersama hujan. hujan mencintai tanah
dengan segenap basahnya. magrib mencintai tanah
yang basah pula...
[Cerpen] Bayi di Pinggir Sungai Kayu Ara
Bayi di Pinggir Sungai Kayu
Ara
Cerpen Bernard Batubara
Cerpen Bernard Batubara
Syahdan, tersebutlah sebuah sungai kecil
namun cukup dalam di pelosok desa Anjongan, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten
Pontianak, Kalimantan Barat. Sungai itu begitu jernihnya hingga siapapun yang bercermin
pada permukaan airnya, akan dapat melihat kerutan dahi dan wajahnya kian terang
melebihi bayangan di kaca. Sungai itu bernama Sungai Kayu Ara. Dinamakan
demikian sebab pada tepiannya terdapat sebatang pohon Ara. Kenapa pohon
tersebut dinamakan Ara...
[CERPEN] Sepasang Tangan Hanyut di Sungai Kapuas
gambar diambil dari: iandini.wordpress.com
Sepasang Tangan Hanyut di
Sungai Kapuas
Cerpen Bernard Batubara
Cerpen Bernard Batubara
Di sebuah desa kecil, tak betapa jauh dari
Sungai Kapuas, duduklah sejoli yang tengah dimabuk cinta. Si lelaki muda
rupawan bernama Sarif, dan gadis jelita berambut gelombang yang ia genggam
tangannya itu bernama Meihana. Mereka duduk di tepi sungai, tempat kesukaan
mereka menghabiskan waktu, sekaligus melarikan diri dari orangtua yang tak
merestui...
Monday, November 4, 2013
Chairil Anwar, Sang Penyair Abadi
Puisi-puisi "Si Binatang Jalang" Chairil Anwar telah menjadi
inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya. Pria kelahiran Medan,
26 Juli 1922, ini seorang penyair legendaris Indonesia yang
karya-karyanya hidup dalam batin (digemari) sepanjang zaman. Salah satu
bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang
meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan
Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra.
Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.
Subscribe to:
Posts (Atom)